Diperkirakan, hingga tahun 2016 berakhir, bisnis pembiayaan kendaraan komersial menurun. Diharapkan tahun depan permintaan alat berat di sektor konstruksi mampu mengangka bisnis pembiayaannya.
Bisnis pembiayaan kendaraan niaga dan alat berat di sampai akhir tahun 2016 diprediksi masih sulit untuk bangkit dari keterpurukan, menyusul jatuhnya harga komoditi tambang dan perkebunan sejak tiga tahun terakhir.
Director Chief Financial Officer & Transformation and Strategy Adira Finance, I Dewa Made Susila, di proyeksi bisnis pembiayaan tahun 2017 di Jakarta, Rabu (30/11) mengatakan, penjualan kendaraan komersial dari bulan Oktober 2016 ke bulan November 2016 turun hingga 31 persen.
"Penjualan kendaraan komersial itu merefleksikan tren pertumbuhan ekonomi. Ini karena orang beli pick up dan truk untuk usaha dan mendukung bisnis mereka," katanya. Dia memperkirakan, sampai akhir tahun akan terjadi penurunan penjualan di kendaraan niaga hingga 30 persen akibat perlambatan ekonomi dan harga barang komoditas.
Tren penurunan juga terjadi pada penjualan alat berat.
Penjualan alat berat paling terpukul dari 17ribu unit jadi sisa 4000 unit. Selama ini, penjualan alat berat banyak terserap oleh sektor tambang dan perkebunan serta konstruksi.
"Tapi sekarang tinggal sektor konstruksi saja yang masih ada pembelian alat berat baru, antara lain untuk mendukung pembangunan infrastruktur. Tapi kenaikan permintaan alat berat di sektor konstruksi belum mampu mengangkat bisnis pembiayaan alat berat di Indonesia," bebernya. Dia menambahkan, sepertiga pembiayaan oleh industri multifinace di Indonesia selama ini terserap oleh sektor alat berat.
"Tren pembelian alat berat sedang turun karena umumnya pengusaha memilih bertahan dengan memakai unit alat berat yang lama ketimbang beli yang baru," ujar Dewa Made seraya menyebutkan pembelian alat berat biasanya masuk bagian dari investasi baru oleh perusahaan.
"Pembelian alat berat yang baru biasanya untuk pengganti unit alat berat yang lama dan harga jual alat berat harganya selalu mengacu kurs dolar AS karena barangnya masih impor. Kalau kurs rupiah melemah, harga alat berat jadi lebih mahal," tegasnya.