Pakar Keselamatan Berkendara : PO Bus Perlu Mencontoh Perusahaan Minyak Asing

Pakar Keselamatan Berkendara : PO Bus Perlu Mencontoh Perusahaan Minyak Asing
Perusahaan minyak bisa menjadi contoh ketatnya aturan dalam sistem angkut karyawannya. Faktor keselamatan sangat dijunjung tinggi, karena karyawan adalah asset yang sangat bernilai.
 

Masih banyak 'Pekerjaan Rumah' agar menjadikan transportasi umum darat, dalam hal ini bus, untuk meningkatkan mutu standar keselamatan. Saat ini, sudah ada satu kemajuan, dengan semakin banyaknya bus wisata yang menyediakan sabuk pengaman, kendati belum dijadikan standar baku.

Inipun tentunya karena bus wisata tersebut kerap disewa perusahaan asing, yang sudah menerapkan peraturan keselamatan yang berstandar tinggi. Namun, sayangnya, untuk bus umum, hal ini menjadi langka.

Berbincang mengenai perusahaan asing, seperti perusahaan yang bergerak di bidang perminyakan, ada pengalaman seru yang bisa menginspirasi terutama pada angkutan karyawannya.

Seperti yang dituturkan oleh Sonny Susmana, Director Training Safety Defensive Consultant (SDCI) yang cukup terkesan dengan penerapan standar keselamatan bus angkutan karyawan salah satu perusahaan perminyakan asal Amerika yang beroperasi di Indonesia.

“Setiap bangku dilengkapi dengan seatbelt dan penumpang harus duduk sesuai dengan urutan nomor bangku yang didapatkannya tanpa terkecuali. Penumpang harus duduk di tempatnya walau terdapat bangku kosong di tempat  lain,” tutur pria berkacamata itu.

“Sebelum bus berangkat, ada pengarahan safety singkat tentang segala sesuatu yang harus dilakukan jika saat terjadi kecelakaan. Pengarahan dalam bentuk rekaman suara itu menjelaskan posisi alat keselamatan hingga proses evakuasi. Persis yang dilakukan di pesawat terbang,” sambungnya.

“Bagi penumpang yang duduk dekat pintu darurat atau alat bantu keselamatan, akan mendapat mandat untuk bertanggungjawab untuk mengoperasikan perangkat-perangkat tersebut saat terjadi kecelakaan. Karenanya jika orang yang bersangkutan merasa kurang sehat, maka harus melaporkan pada awak bus dan pindah bangku,” ungkapnya bersemangat. “Jadi semua tercatat dan datanya cukup valid,” tambahnya.

Sonny menambahkan bahwa standar yang berhasil membuatnya terkesan itu harus diikuti dengan menertibkan titik keberangkatan dan titik turun yang sudah ditentukan sebelumnya. Idealnya dilakukan pada bus antarkota di mana tiap penumpang harus pegang karcis yang menunjukkan titik dia naik ataupun titik dia turun.

Memang bukan hal yang mudah untuk menerapkan standar keamanan pada angkutan umum, seperti bus, tetapi tentu bukan hal mustahil. “Angkutan umum merupakan lingkup yang lebih luas dan lebih heterogen, sehingga jadi lebih besar tantangannya dalam merealisasikannya. Namun bukan hal yang mustahil untuk dicoba,” ujarnya.

Tentunya kesadaran penumpang juga diharapkan, agar usaha meningkatkan keselamatan ini bisa berlangsung lebih cepat. Misalkan penumpang tak akan memilih bus yang tak memiliki seatbelt, sehingga seatbelt akan disediakan, demi kenyamanan dan keselamatan penumpang.